Sepucuk Surat

Teruntuk diriku di masa lalu, aku ingin meminta maaf kepadamu.

Sampai saat ini, luka yang berasal dari masa lalu masih belum bisa terobati seutuhnya. Rasa pedih yang ada tidak kunjung rampung. Aku mengerti kamu telah merasa lelah dengan semua ini. Namun sepertinya aku butuh waktu lebih lama lagi untuk berhasil pulih. Kuharap kamu bisa mengerti hal ini.

Aku juga ingin meminta maaf kepadamu. Selama bertahun-tahun aku selalu mendengarkan apa kata orang lain. Bahkan perkataan yang sifatnya menjatuhkan pun aku tetap mendengarkannya. Aku menyesal. Seharusnya aku mampu menutup kedua telingaku rapat-rapat. Aku menyesal karena telah membiarkan diri ini hidup dengan berpura-pura menjadi sosok yang baru agar bisa diterima oleh segelintir orang yang menuntutku untuk menjadi seperti itu.

Aku ingin berterima kasih kepadamu. Terima kasih karena telah percaya padaku bahwa aku mampu mengatasi segala hal yang terjadi di hidup ini. Terima kasih telah percaya padaku bahwa suatu hari aku akan menjadi seseorang yang semakin tangguh. Meskipun seringkali aku mengeluh, tetapi aku tetap mampu berdiri hingga saat ini. Aku berharap kamu bangga terhadapku.

Aku tahu bahwa hari esok dan seterusnya tidaklah akan selalu mudah untuk dihadapi. Namun, satu hal yang pasti kuingat dalam diri ini. Jika diriku di masa lalu berkenan untuk percaya pada kemampuanku untuk melewati masa-masa sulit, maka saat ini aku harus percaya bahwa di masa mendatang aku akan tetap mampu melalui segala rintangan yang ada.

Kalau hari ini aku belum berhasil dan rasanya cuma bisa nangis yang lama, tidak apa apa. Menangis dulu. Kecewa dulu. Hidupmu tidak akan berakhir karena gagal hari ini.

Kalau hari ini berhasil, selamat untukmu. Semoga kegembiraan hari ini tidak membuat kamu jadi besar kepala dan merasa sudah menang segalanya. Jangan lengah. Masih ada banyak tanggung jawab dan rintangan yang menunggu.

Di manapun kamu sekarang,
kamu tidak terlalu cepat,
atau terlalu lambat,
atau tersesat.

Kamu tepat.